Rabu, 29 Desember 2010

MAKASSAR ABAD KE VII

 Pertengahan abad XVII Gowa berada pada puncak kejayaan . dimana pada masa ituhampor seluruh daerah Indonesia bagian timur mulai pulau-pulau sangir. Talaud bagian utara, Kutai dibagian barat serta daerah Maraga(Australia) di selatan sudah mersakan pengaruh kekuasaan kerajaan Gowa. Pemerintahan kerajaan Gowa menvapai puncak terutama dibawah pemerintahan Sultan Maliknessaid, dengan adanya puncak kekuasaan inilah menyebabkan Makassar menjadi benteng pertahanan Indonesia bagian timur tidak lain adalah dikarenakan letak alamnya yang strategis dan sekaligus sebagai penopang perekonomian Indonesia pada saat itu. Bukan hanya itu, Makassar pada abad XVII sudah memiliki kekuatan armada yang cukup tangguh . tentang kehebatan armada kerajaan Gowa dikatakan apabila kerajaan Gowa berperang maka samudra menjadi penuh oleh kapal atau juga yang dating dalam jumlah ratusan buah bahkan ada kalanya ribuan. Makassar sebelum menjadi badan niaga orang-orang sangat gemar mengunjungi lautan dengan menggunakan perahu-perahu layar mereka yang besar di sebut “PENISI “. Dengan perahu-perahu layar inilah mereka mengarungi lautan sambil melakukan ekspansi kekuasaan hingga akhirnya Makassar menjadi Bandar niaga yang diperhitungkan di nuansa bahkan dibelahan dunia. (Sutherland Heather 2004 : 1)
                Ketaatann armada ini dibentuk untuk me,pertahankankekuasaan kerajaan-kerajaan yang ada di Sulawesi Selatan seperti halnya kerajaan Gow. Ditambah lagi daerah Sulawesi Selatan memiliki pelabuhan yang menghubungkan kearah Asia dengan Eropa.
Kebanyakan alam yang meliputi menyebabkan daya tarik bagi bangsa-bangsa Eropa untuk menguasai Makassar misalnya melalui penaklukan kerajaan, menguasai perdagangan mengurus hasil alam rakyat Makassar, dan masih banyak contoh-contoh yang dilakukan oleh bangsa Eropa untuk menguasai daerah Makassar. Dengan keadaan inilah menyebabkan pertahanan orang-orang dengan masyarakat Makassar, terutama bangsa bangsa Belanda yang mendirikan kongsi dagang yang dibri nama VOC.
Tindakan yang dilakukan oleh orang Eropa khususnya bangsa Belanda yang justru hanya menguntungkan dipihak Belanda. Maka mau tidak mau peperangan harus terjadi berawal dari komflik-komflik kecil hingga mencapai puncak perang ketika Sultan Hasanuddin naik tahta menjadi Raja di Kerajaan Gowa. Perlawanan yang dilakukan oleh Sultan Hasanuddin ternyata tidak dianggap ramah oleh bangsa Erop, bermodalkan semangat dan dukungan dari rakyat Makassar, Sultan Hasanuddin terus melakukan perlawanan, walau pada akhirnya kekuasan dipihak mereka dan diakhiri perjanjian bangsa yang menyebabkan jatuhnay Makassar ketangan VOC.
  
  1. Perumbuhan dan Perkembangan Makassar Pada Abad  Ke VII
Telah diuraikan diatas bahwa pada abad ke XVII Makassar berada pada puncak kejayaan khususnya pada kekuasaan kerajaan Gowa. Ketika itu adalah sabagai pusat kekuasaan di Sulawesi Selatan dan sekaligus pusat perdagangan dinusantara pada bagian utara. Hal itu bisa kita lihat pada masa kekuasaan To’ Maparissi yang kemudian dilanjutkan oleh penggantinya I Mandriogau Daeng Boata Karaeng Lakiung (1547-1565) yang setelah mangkat digelari Karaeng Tu’mpalangga Ulaweng. (Edward L. Polinggomang, 2004 : 33).
Terhadap kerajaan-kerajaan yang ditaklukan, Karaeng Tu’mapalangga Ulaweng mewajibkan raja-raja itu menyatakan ikrar tunduk dan patuh kepada kerajaan Gowa-Makka-Mama mumamuni-yo : Aku bertitah (dan) aku mematuhi serta membawa bangsawan-bangsawan yang ditaklukan bersama keluarga mereka dan penduduknya untuk menetap di Gowa. Kerajaan yang dihulu oleh Tu’mpalangga Ulaweng, saluran darah yang berada dibagian selatan Sulawesi selatan dikatakan telah tunduk dan petuh dibawa pemerintahan kerajaan Gowa. (Edwarld L. Polinggomang 2004 : 25)
                Disamping usaha perluasan wilayah dan pengaruh kerajaan untuk mencapai keunggulan kekuasaan, kerajaan Gowa mengembangkan pula usaha-usaha dibidang pelayanan dan perdagangan. Menempatkan kota Makassar sebagai badan niaga dari lalulintas perdagangan rempah-rempah antara Maluku dan Malaka. (Edward L Polinggomang, 2004 : 29)
                Kemajuan yang pesat yang dialami oleh Makassar dibidang perdagangan ini dimingkinkan pula oleh jatuhnya Malaka ketangan Portugis pada tahun 1911. Kejatuhan Malaka melapangkan peluang bagi pegembangan kedudukan pelabuhan Makassar menjadi pelabuhan singgahan dan Bandar niaga yang ramai pada jalur perdagangan bagian selatan lewat kota-kota pelabuhan di pantai uatara jawa dikuasai oleh perseroan Hindia timur yang berusaha untukmenguasai sendiri pelayanan dan perdagangan rempah-rempah di nusantara. Keunggukan kekuasaan dan keterlibatan kerajaan Gowa dalam bidang perdagangan menempatkan kerajaan Gowa sebagai satu kekuatan yang kuat dari saingan yangbesar dalam percaturan perdagangan pada waktu itu. (Edward L, Polinggomang, 2004 ; 31)
  1. Kekuasaan Makassar Berhadapan Dengan VOC
Telah dijelaskan diatas pada permulaan abad XVII Makassar telah merupakan Bandar niaga yang terpenting. (Edward L. Polinggomang, 2004 : 31)
                Ketenaran Makassar dalam dunia perdagangan telah mempengaruhi armada dengan dagang Belanda untuk menjalin hubungan dengan dagang kerajaan Gowa. Kedudukan ini didorong oleh kedudukan Makassar sebagai pusat perdagangan rempah-rempah. Adanya berita bahwa orang-orang Portugis, Inggris, Denmark  dan Prancis membeli bunga pala di Makassar dengan harga yang lebih murah dibandingkan yang dibeli armada dengan Belabda. (Edward L, Polinggomang, 2004 : 32-33)
                Percaturan perdagangan pada masa itu diungkapkan dalam berbagai tulisan, khususnya berbagai kegiatan persaingan antara armada dengan kerajaan Makassar dan Belanda, tidak jarang terjadi pertikaian, perselisihan, bahkan peperangan antar mereka. Sebab utama yang sering dinyatakan adalah keinginan pelaut untuk pedagang Belanda (pada tahun 1602 membentuk perkumpulan perseroan Hindia Timur Verenigde Van Bet Oust_Indiseha Compagie disingkat VOC) menguasai sendiri (monopoli) pelayaran perdagangan di nusantara. Dalam beberapa perang kecil yang terjadi, pihak Voc selalu menuntut agar raja melarang pelaut dan pedagang dari negerinya melakukan pekayaran dan perdagangan di Maluku, sebagai syarat dicapainya perjanjian perdamaian untuk mengakhiri peperangan.
  1. Politik Devide of Impera dari Belanda
Ketika kerajaan Bone dikuasai atau berada dibawa kekuasaan kerajaan Gowa, banyak orang-orang Bone yang tersiksa dan menderita. Dengan ketertindasan itu maka tampillah seorang pemimpin Ia Tenritala yang lebih dikenal dengan nama julukan Arung Palaka. (Anonimous 1978). Tiga tahun lamanya, Arung Palaka bersama keluarga dekatnya tinggal di Butan dibawa perlindunagn Sultan Buton pada tahun 1663 barulah Arung Palaka dan kawan-kawannya yang setia meninggalkan Buton, maka berangkat dengan naik kapal Belanda menuju Batavia untuk meminta bantuan kepada VOC untuk menyerang kerajaan Gowa dan membebaskan negeri serta pasukan-pasukan yang terdiri dari kura lebih 400 orang bugis, sebagian besar dari Bone dan Soppeng. Kedatangan Arung Palaka dan pengikut pengikut-pengikutnya disambut dengan gembira oleh pihak VOC. Belanda yang sudah sangat lama menantikan senjata ampuh yaitu “Devide of Impera (pecah dan jajalah)” memang sudah lama mencari kawan atau tokoh untuk bersama-sama menyerang kerajaan Gowa. Jadi, kedatangan Arung Palaka dan kawan-kawannya “bagaikan pucuk di cinta ulang tiba” bagi Voc.
  1. Jatuhnya Makassar 1668 Dengan Perjanjian Bongaya
Berdasarkan perjanjian Bongaya daerah-daerah yang diduduki oleh pasukan VOC pada waktu perang Makassar dinyatakan berada pada dibawa kekuasaannya. Dengan demikian kerajaan Mkassar kehilangan sebagian besar bahkan hamper seluruhnya, daerah yang pernah mengakui dan berada dibawa kekuasaannya. Disamping itu beberapa konfederasi yang sebelum perang Makassar tidak dibawa kekuasaan kerajaan Makassar dinyatakan kembali berdiri sendiri, bebas dan berdaulat tetapi berkedudukan sebagai kerajaan pinjaman dari kerajaan Bone, seperti konfederasi bangkala, binam dan laikang. Kerajaan Gowa kehilangan hanya sebagian kecil wilayah, yaitu daerah sekitar Makassar yang terletak pada posisi barat jazirah selatan pulau Sulawesi. Jika diperhatikan pengaturan wilayah berdasarkan perjanjian Bongaya, maka jelas bahwa wilayahyang dinyatakan berada dibawa kekuasaan VOC adalah daerah-daerah yang mengelilingi wilayah kerajaan Makassar dan sebagai pagar batas kerajaan itu. Walaupun demikian pada kenyataannya daerah-daerah yang berada dibawakekuasaan langsung itu tetapberada dibawa kekuasaan penguasa penguasa setempat. Pengaruh langsung dari kompeni hanya terwujud dalam daerah Makassar., yang merupakan Bandar niaga pada waktu itu. Hal ini mungkin disebabkan kompeni hanya bertujuan menguasai kegiatan pelayaran dan perdagangan maritime. Daerah-daerah yang dinyatakan sebagai daerah kekuasaan langsung hanya sekedar mendapat pengakuan keunggulan itulah sebabnya keterlibatannya dalam pelaksanaan kekuasaan tidak pernah terlaksana didaerah-daerah yang dinyatakan sebagai daerah kekuasaannya berdasarkan perjanjaian. Campur tangan dalam urusan inilah yang sering merupakan sebab munculnya sikap perlawanan penguasa local. (Edward L. Polinggomang 2004: 34)
Campur tangan kompeni terhadap pelaksanaan kekuasaan dan pemerintah tidak pernah terlaksana. Hubungan kekuasaan hanya terjadi antara penguasa setempat dan pejabat kompeni yang berada di Makassar. Pelaksanan kekuasan dan pemerintah pada kenyataannya tetap berada dibawa penguasa setempat dan dilakukan sesuai dengan kebiasaan setempat. Masa kekuasaan kompeni ini berlangsung lama, yaitu berawal dicapainya perjanjian Bongaya (1669) hingga akhir abad (Desmber 1799) hanya dibuktikan oleh perjanjian-perjanjian sehingga dapat dikatakan masa “perjanjian kekuasaan”. (Edward L. Polinggomang 2004 : 36)
Pada permulaan abad ke -19 kedudukan kompeni diganti oleh pemerintah Hindia Belanda. Daerah-daerah yang berdasarkan perjanjian dinyatakan bahwa kekuasaan kompeni ini beralih dibawa kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Sebelum pemerintah setempat menata daerah-daerah yang diambil alih itu. Daerah-daerah itu direbut oleh Inggris pada tahun 1811. (Edward L. Polinggomang, 2004 : 39)
Pada waktu pemerintahan Hindia Belanda kembali ke Sulawesi Selatan untuk mengambil alih kekuasaan, ia diperhadapkan dengan sikap kerajaan Bone yang menolak dan menentang kehadirannya. Disamping itu juga diperhadapkan dengan sikap dari beberapa daerah bekas kekuasaannya yang menolakkehadiran kembali pemerintahan Hindia Belanda, seperti kerajaan Gowa, Soppeng, Agangniojo, dan konfederasi Bangkala, Binamu dan Laikang. Walaupun demikian pemerintah Hindia Bealanda berhasil kembali dapat menguasai daerah itu, bukan hanya kekuatan senjata tetapi juga taktik yang digunakan untuk memikat beberapa daerah untuk turut memperkuat pasukannya dalam menghadapi lawan-lawannya. Taktik ini berakibat pemerintah Hindia Belanda harus bersediah memulihkan kedudukan dari beberapa daerah dari kedudukannya sebagai kerajaan pinjaman menjadi daerah yang berdiri sendiri dan berkedudukan sebagai kerajaan sekutu dari pemerintah Hindia Belanda, seperti konfederasi Bangkala, Binamu dan Laikang. (Edward L. Polinggomang 2004 : 40)
Pada tanggal 18 Oktober 1905 kerajaan Gowa diserang oleh pasukan penduduk Sulawesi Selatan (Zuid Clabes Expeditie). Pada penyerangan ini, pemerintah Hindia Belanda tidak berhasil menangkap dan mendesak raja Gowa agar menerima dan mengakui kekuasaan pemerintah Hindia Belanda . karena raja Gowa oleh penbesar-pembesar kerajaan diusingkan ke Barru dan selanjutnya di Sidenreng. Itulah sebabnya pasukan Belanda yang berusaha mengejar dan menangkapnya tidak pernah berhasil, setelah diketahui bahwa ia tidak berada lagi diwilayah kekuasaannya, kerajaan Gowa dinyatakan telah dikuasai, akhirnya Gubernur Krosen mendesak dan memaksa Tu’mailalang Gowa dan anggota Dewan Bate Salapang untuk menerima dan bersediahmenandatangani pernyataan penduduk yang disodorkan pada 18 Desember 1905. (Edward L. Polinggomang 2004 ; 48-49)
               
Powlinggomang, L. Edward, 204, Perubahan Politik dan Hubunagn Kekuasaan Makassar 1906-1942, Yogyakarta : Ombak
Sutherland heather, 2004, Kontinuitas dan Perubahan Dalam sejarah, Yogyakarta : Ombak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar